Pajak Kripto di Indonesia: Regulasi dan Tantangan Implementasi

- Penulis

Senin, 24 Februari 2025 - 05:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Liputan Madura.com (Jakarta) – 21 Februari 2025 – Pajak kripto di Indonesia kembali menjadi perbincangan setelah muncul diskusi mengenai penerapan pajak terhadap airdrop serta transaksi di luar negeri.

CEO INDODAX, Oscar Darmawan, menegaskan bahwa meski regulasi pajak kripto sudah berjalan sejak 2022, masih ada tantangan dalam implementasinya, terutama terkait pajak transaksi luar negeri dan adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Kripto pertama kali dikenakan pajak pada 2017 setelah dinyatakan sebagai komoditas yang sah diperdagangkan berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan. Pada periode 2017-2022, pajak yang dikenakan bersifat self-reporting, di mana pendapatan dari kripto dilaporkan dalam SPT dan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) progresif.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejak 2022, pemerintah Indonesia menerapkan pajak final terhadap transaksi aset kripto di exchange berizin, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,1% dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11%. Skema ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tarif pajak kripto paling rendah di dunia.

CEO INDODAX Oscar Darmawan menjelaskan bahwa kebijakan ini lebih kompetitif

dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan pajak progresif berdasarkan keuntungan.

Di Amerika Serikat, misalnya, pajak atas keuntungan dari aset kripto bisa mencapai 40%,

terutama bagi investor dengan penghasilan tinggi. Sementara itu, di Eropa, tarif pajak atas

keuntungan dari kripto dapat mencapai 50%. Sebaliknya, di Dubai dan beberapa negara

Timur Tengah, tidak ada pajak penghasilan sehingga transaksi kripto sepenuhnya bebas

pajak.

Menurut Oscar, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang menerapkan sistem pajak final untuk kripto, serupa dengan mekanisme perpajakan di pasar saham. Di negara lain, pajak kripto umumnya mengikuti skema Pajak Penghasilan (PPh) progresif, di mana semakin besar

keuntungan yang diperoleh, semakin tinggi pajak yang dikenakan dengan besaran tarif

mengikuti pendapatan tahunan orang itu. Dengan adanya pajak final, tarif pajak kripto di

Indonesia justru lebih ringan dibandingkan negara-negara lain yang mengenakan pajak berbasis keuntungan.

Meskipun lebih rendah, sistem pajak final dinilai kurang ideal karena tetap dikenakan meski

trader mengalami kerugian, berbeda dengan skema capital gains tax yang hanya dikenakan

saat ada keuntungan. Selain itu, trader yang menggunakan exchange luar negeri menghadapi tantangan dalam pelaporan pajak, karena hingga saat ini belum ada sistem yang jelas untuk menagih pajak dari transaksi yang dilakukan di platform asing.

Oscar menyoroti bahwa pajak memengaruhi biaya transaksi di exchange lokal. “Sebagian

besar biaya transaksi di INDODAX digunakan untuk membayar pajak,” ujarnya.

Ia berharap revisi PMK 68 dapat menghapus PPN agar biaya transaksi semakin kompetitif dan mendorong adopsi kripto di Indonesia.

Terkait transaksi di exchange luar negeri atau yang belum memiliki izin dari OJK, PMK 68

mengatur bahwa pajak PPh final yang dikenakan adalah 0,2% atau dua kali lipat dari yang berlaku di exchange berizin. Namun, ada ketidakpastian dalam implementasi aturan ini.

“Seharusnya, exchange luar negeri yang memungut pajak, bukan tradernya. Tapi karena

belum ada mekanisme pemungutan oleh exchange luar, akhirnya trader yang harus

melaporkan sendiri. Bahkan, di beberapa wilayah, pajak yang dikenakan masih menggunakan skema PPh progresif,” kata Oscar.

Hal ini menyebabkan perbedaan interpretasi di berbagai kantor pajak.Oscar menyarankan agar para trader yang melakukan transaksi di exchange luar negeri berkonsultasi dengan Account Representative (AR) di kantor pajak tempat mereka terdaftar.

“Setiap wajib pajak memiliki AR di kantor pajak masing-masing, yang bisa diajak berdiskusi

mengenai bagaimana cara pembayaran pajak kripto yang sesuai dengan regulasi,” tambahnya.

Oscar Darmawan menilai bahwa skema pajak final ini sudah cukup baik, tetapi ada ruang untuk perbaikan, terutama terkait PPN. Menurutnya, karena aset kripto kini berada di bawah

regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai aset keuangan, seharusnya kripto tidak lagi dikenakan PPN, sebagaimana produk keuangan lainnya.

Jika PPN dihapuskan, biaya transaksi akan menjadi lebih kompetitif, sehingga mendorong

lebih banyak investor untuk bertransaksi di dalam negeri daripada menggunakan platform luar negeri dan ujungnya pendapatan negara dari PPH akan mengalami peningkatan lebih

besar. Dengan semakin berkembangnya industri kripto di Indonesia, kebijakan pajak yang lebih fleksibel diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekosistem tanpa membebani investor dan trader.

“Seharusnya, sebagai aset keuangan, kripto tidak lagi dikenakan PPN,”jelas Oscar.

Namun, karena PMK 68 masih berlaku, PPN tetap dikenakan hingga regulasi direvisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel liputanmadura.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Resmi Diakui, Blockchain Masuk Rancangan Strategis Digital Indonesia
Harga Bitcoin Turun dari Puncaknya, Investor Diimbau Tetap Tenang
Harga Bitcoin Sentuh USD105.000, Sentimen Positif Dorong Lonjakan Nilai
Industri Kripto Sumbang Pajak Rp1,2 Triliun, Bukti Peran Strategis Aset Digital dalam Perekonomian Nasional
Bank Sampang dapat Penghargaan Awards TOP BUMD 2025
Reformasi Regulasi Dinilai Kunci agar Indonesia Tidak Tertinggal di Industri Kripto
Arus Modal ke Bitcoin Tembus Rp669 Triliun, Harga Diproyeksi Cetak Rekor Baru di Kuartal II 2025
Visi dan Misi Iksan Dalam Memajukan Industri Migas di Indonesia Lewat IATMI
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 3 Juli 2025 - 10:24 WIB

Resmi Diakui, Blockchain Masuk Rancangan Strategis Digital Indonesia

Sabtu, 31 Mei 2025 - 07:32 WIB

Harga Bitcoin Turun dari Puncaknya, Investor Diimbau Tetap Tenang

Kamis, 15 Mei 2025 - 07:12 WIB

Harga Bitcoin Sentuh USD105.000, Sentimen Positif Dorong Lonjakan Nilai

Selasa, 13 Mei 2025 - 04:31 WIB

Industri Kripto Sumbang Pajak Rp1,2 Triliun, Bukti Peran Strategis Aset Digital dalam Perekonomian Nasional

Minggu, 4 Mei 2025 - 11:29 WIB

Bank Sampang dapat Penghargaan Awards TOP BUMD 2025

Berita Terbaru

Jakarta

Pajak Kripto Dirombak: Peluang atau Tantangan bagi Industri?

Kamis, 31 Jul 2025 - 11:02 WIB