Liputanmadura.com (Sampang) Jawa Timur – Drama begal yang sempat menghebohkan publik Sampang akhirnya runtuh dan terbukti tak lebih dari sandiwara murahan. Hamiduddin, warga Dusun Tarjen, Desa Rabesan, Kecamatan Kadungdung, yang sebelumnya mengaku menjadi korban pembegalan usai menarik uang tunai dari mesin ATM, justru terungkap sebagai aktor utama laporan palsu yang ia ciptakan sendiri.
Dalam pengakuan awalnya, Hamiduddin mengklaim kehilangan uang sebesar Rp 23 juta yang disebut-sebut akan digunakan untuk membangun rumah. Cerita pilu tersebut sempat menyulut empati publik, menghiasi pemberitaan, dan membuat aparat kepolisian bergerak cepat menyelidiki dugaan tindak kriminal yang belakangan diketahui tidak pernah terjadi.
Hasil penyelidikan polisi membongkar kebohongan tersebut secara telanjang. Tidak ditemukan satu pun indikasi pembegalan, nihil saksi yang menguatkan, serta alur kejadian yang disampaikan Hamiduddin sarat kejanggalan. Setelah dilakukan pendalaman, polisi memastikan bahwa laporan tersebut direkayasa secara sadar dan sengaja.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasat Reskrim Polres Sampang Iptu Nur Fajri Alim menegaskan bahwa pihaknya telah memastikan laporan tersebut tidak sesuai fakta.
“Dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan, kami tidak menemukan adanya peristiwa pembegalan sebagaimana yang dilaporkan. Yang bersangkutan mengakui bahwa kejadian tersebut direkayasa. Ini murni laporan palsu,” tegas Fajri Kasat Reskrim Polres Sampang.
Motif di balik kebohongan itu pun terbilang memalukan. Hamiduddin diketahui menerima kiriman uang dari kerabatnya di luar negeri. Namun, demi menutupi asal-usul dana tersebut dari keluarganya, ia memilih jalan pintas yang keliru dengan mengarang cerita kriminal dan melaporkannya sebagai tindak pidana.
Akibat perbuatannya, Hamiduddin tidak hanya mempermainkan institusi Polri, tetapi juga menyeret wartawan serta publik ke dalam pusaran informasi bohong. Waktu dan energi aparat 5a, sementara kejahatan nyata di tengah masyarakat justru membutuhkan perhatian serius.
Iptu Nur Fajri menegaskan bahwa laporan palsu bukan perkara sepele dan memiliki konsekuensi hukum serius.
“Setiap laporan palsu akan kami tindak tegas. Perbuatan seperti ini menghambat tugas kepolisian dan merugikan masyarakat. Kami mengimbau agar masyarakat tidak main-main dalam memberikan laporan,” ujarnya.
Secara hukum, Hamiduddin berpotensi dijerat Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang laporan palsu, dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. Bahkan, apabila terbukti memberikan keterangan palsu dalam proses pemeriksaan, ia juga dapat dikenakan Pasal 242 KUHP dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.
Kini, panggung sandiwara itu telah runtuh. Dari sosok yang semula tampil sebagai “korban kejahatan”, Hamiduddin justru berubah menjadi terlapor atas kebohongan yang ia ciptakan sendiri. Sebuah pelajaran pahit bahwa hukum tidak hanya memburu pelaku kriminal, tetapi juga mereka yang mempermainkan kebenaran demi kepentingan pribadi.” Pungkasnya di kutip Detik 24 jam. id
Penulis : Tim
Editor : Admin LM
Sumber Berita: Liputan Madura








