Liputanmadura.com (Jakarta) – Harga Bitcoin (BTC) kembali naik dan menembus level
US$92.000 pada Selasa malam hingga Rabu pagi waktu Indonesia, setelah sebelumnya
mengalami tekanan pasar yang memicu likuidasi lebih dari US$250 juta pada pekan lalu.” Rabu 3 Desember 2025
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenaikan ini didorong oleh menguatnya minat institusi keuangan global terhadap aset digital serta pemulihan sentimen pasar setelah penurunan tajam akhir pekan lalu.
Goldman Sachs dikabarkan akan mengakuisisi Innovator Capital Management dalam
kesepakatan senilai sekitar US$2 miliar. Innovator menerbitkan ETF yang memungkinkan investor tradisional mendapatkan akses Bitcoin melalui instrumen yang terkelola dan sesuai aturan pasar. Akuisisi ini memperkuat posisi Goldman dalam ekosistem ETF, khususnya ketika permintaan produk terkait Bitcoin terus meningkat.
Di saat yang sama, Vanguard yang selama bertahun-tahun menolak aset digital, resmi
membuka akses perdagangan ETF Bitcoin di platformnya. Keputusan ini memberi puluhan juta klien mereka berkesempatan untuk mendapatkan eksposur terhadap Bitcoin melalui instrumen yang diatur.
Langkah ini menyusul perubahan kebijakan Bank of America yang mulai memperbolehkan 15.000 penasihat keuangannya memberikan rekomendasi alokasi Bitcoin sebesar 1–4 persen kepada nasabah mereka.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menjelaskan bahwa beberapa keputusan strategis dari institusi besar menjadi katalis penting dalam penguatan harga Bitcoin kali ini.
“Penerimaan institusi besar menjadi faktor utama dalam kenaikan Bitcoin. Langkah Goldman Sachs, Vanguard, hingga Bank of America membuka akses lebih luas terhadap produk berbasis Bitcoin telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap aset kripto,” jelas Antony.
Ia menambahkan bahwa pemulihan harga Bitcoin kali ini juga dipengaruhi oleh dinamika pasar jangka pendek. “Setelah terkoreksi ke area US$83.800–84.000 dan memicu likuidasi besar, pasar langsung menunjukkan minat beli yang kuat. Volume perdagangan global meningkat signifikan dalam 24 jam. Rebound ini menunjukkan respons cepat pasar terhadap level support
yang cukup kuat,” ungkapnya.
Sentimen makro turut memberi warna pada pergerakan harga. Berakhirnya program Quantitative Tightening (QT) pada Senin (1/12) oleh Federal Reserve (The Fed) juga menjadi
salah satu katalis utama yang memperkuat likuiditas pasar.
The Fed menutup QT dengan
menyuntikkan sekitar US$13,5 miliar melalui operasi repo harian, salah satu injeksi likuiditas terbesar sejak masa pandemi. Peningkatan likuiditas ini biasanya mendukung aset berisiko, termasuk kripto, karena tekanan kebijakan moneter mulai mereda.
Saat ini, pasar global tengah menanti keputusan The Fed pada pertemuan 9–10 Desember 2025 terhadap kebijakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin. Ekspektasi terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar secara historis menjadi pendorong utama minat
terhadap aset berisiko termasuk Bitcoin.
Antony menegaskan bahwa meskipun volatilitas masih tinggi, perkembangan terbaru
menunjukkan adopsi institusional yang semakin kuat.
“Langkah institusi besar masuk ke aset digital memberikan sinyal positif mengenai penerimaan jangka panjang terhadap Bitcoin. Namun investor kripto tetap perlu berhati-hati, tidak FOMO, serta menggunakan strategi
investasi jangka panjang seperti dollar-cost averaging (DCA) dan manajemen risiko yang disiplin,” pesannya.
INDODAX mengajak seluruh investor untuk terus mengikuti perkembangan pasar dan
memahami faktor-faktor yang memengaruhi volatilitas agar dapat mengambil keputusan
investasi yang lebih bijak di tengah dinamika aset kripto saat ini.
Penulis : Red-Tim
Editor : Admin LM
Sumber Berita: Liputan Madura








