Liputanmadura.com (Jakarta) 20 Agustus 2025 — Pasar aset kripto global kembali mengalami tekanan pada
perdagangan Selasa pagi. Sejumlah aset utama seperti Bitcoin, Ethereum, hingga Dogecoin terpantau berada di zona merah.
Berdasarkan data Coinmarketcap, Bitcoin (BTC) turun lebih dari 1,12% dalam 24 jam
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
terakhir dan melemah 2,27% sepanjang sepekan. Saat ini, harga BTC menyentuh level
US$113,000 saat artikel ini ditulis (20 Agustus 2025). Ethereum (ETH) juga mengikuti tren pelemahan. ETH berada di harga US$4,200. Cardano (ADA) tercatat anjlok 3,84% di harga US$0,92, Solana (SOL) di harga US$179, XRP di harga US$3, dan Dogecoin (DOGE) di harga US$0,21.
Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar kripto global turun menjadi US$3,8 triliun, melemah dalam 24 jam terakhir. Indeks Sentimen Pasar Kripto (Crypto Fear and Greed Index) tercatat berada pada level 53, menunjukkan kondisi netral dengan kecenderungan waspada. Tekanan harga kali ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Sentimen pasar melemah jelang pidato Ketua The Fed Jerome Powell yang diperkirakan memberi sinyal arah kebijakan moneter Amerika Serikat.
Selain itu, regulator keuangan Korea Selatan baru saja memerintahkan bursa kripto lokal
untuk menghentikan layanan pinjaman kripto. Kebijakan mendadak ini menambah
kecemasan investor terkait stabilitas pasar regional.
Dari sisi on-chain, tercatat adanya pergerakan signifikan dari whale dan institusi. Data
menunjukkan sebanyak 12.000 BTC dikirim ke bursa, indikasi aksi ambil untung oleh
pemegang besar. Namun, akumulasi tetap terjadi di sisi treasury: Metaplanet menambah 775 BTC senilai sekitar US$93 juta, sementara MicroStrategy membeli tambahan 430 BTC.
Kombinasi ini menunjukkan dinamika pasar yang kompleks. Jika deposit whale terus
meningkat, potensi kepanikan investor ritel bisa muncul. Sebaliknya, akumulasi oleh
perusahaan publik menjadi faktor penopang jangka panjang, meskipun efek jangka
pendeknya terbatas.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menilai koreksi pasar kali ini merupakan
respons normal dari investor terhadap ketidakpastian global. “Pasar kripto sering kali
bergerak lebih cepat dalam merespons sinyal kebijakan makroekonomi dibanding instrumen lain. Tekanan harga yang terjadi saat ini mencerminkan sikap investor yang menahan posisi sambil menunggu kejelasan dari bank sentral Amerika,” jelas Antony.
Antony menambahkan, “Deposit besar ke bursa dari whale seringkali memicu volatilitas
jangka pendek, dan jika tren ini berlanjut, investor ritel bisa terdorong melakukan aksi jual.” jelas Antony.
“Namun, akumulasi yang dilakukan institusi justru memperlihatkan semakin kuatnya
keyakinan terhadap nilai Bitcoin dalam jangka panjang. Perbedaan perilaku antara trader
jangka pendek dan strategi perbendaharaan jangka panjang inilah yang membuat dinamika pasar Bitcoin menjadi unik,” tambahnya.
Antony menambahkan bahwa meski pembelian oleh institusi memberikan fondasi jangka
panjang, dampaknya terhadap harga tidak serta-merta langsung terasa dibandingkan dengan tekanan jual dari whale. “Saat ini pasar berada di titik keseimbangan antara aksi ambil untung whale dan strategi akumulasi institusi. Investor perlu berhati-hati dalam jangka pendek, namun tetap melihat adanya struktur penopang yang terbentuk untuk jangka panjang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Antony menekankan bahwa kondisi saat ini justru bisa menjadi momentum bagi investor jangka panjang. “Dalam siklus pasar kripto, fase penurunan adalah ruang bagi investor untuk melakukan akumulasi secara bertahap. Strategi seperti dollar-cost averaging dapat membantu menghadapi volatilitas yang tinggi,” ujarnya.
Menurutnya, pelemahan altcoin seperti ETH, ADA, maupun SOL saat ini adalah bagian dari pola rotasi pasar. “Investor cenderung mengalihkan likuiditas ke aset yang dianggap lebih aman ketika volatilitas meningkat. Pola ini bukan berarti altcoin kehilangan potensi,
melainkan refleksi dari sikap konservatif sementara,” tambah Antony.
Di tengah tekanan harga, Antony mengingatkan pentingnya disiplin manajemen risiko.
“Investor sebaiknya tidak hanya melihat potensi keuntungan, tetapi juga memiliki strategi
mitigasi risiko seperti diversifikasi portofolio, penggunaan stop-loss, serta penentuan target investasi yang jelas,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa transparansi bursa menjadi kunci menjaga kepercayaan publik. “Di INDODAX, kami terus mengedepankan aspek keamanan dan keterbukaan, termasuk dengan rutin menjalankan proof of reserve. Tujuannya agar pengguna merasa aman sekalipun pasar berada dalam kondisi tidak menentu,” ungkap Antony.
Secara historis, menurut Antony, volatilitas kripto yang tinggi justru membuka ruang bagi
inovasi. “Setiap fase koreksi biasanya diikuti oleh lahirnya tren baru. Investor yang mampu melihat peluang di balik volatilitas akan lebih siap menghadapi perubahan siklus berikutnya,” pungkasnya.
Penulis : Redaksi
Editor : Admin LM
Sumber Berita: Liputan Madura